Saturday, 28 February 2015

KOMUNIKASI

KOMUNIKASI

4.1 Pengertian Komunikasi
Dalam kamus, komunikasi diartikan sebagai (1) suatu proses dengan mana informasi antarindividu ditukarkan melalui sistem simbol, tanda, atau tingkah laku yang umum (Marriam, 1981: 225); (2) pengiriman dan penerimaan berita antara dua orang atau lebih dengan cara yg tepat sehingga dipahami apa yang dimaksud; hubungan; kontak (Sugono, 2008: 798). Dalam bahasa Arab komunikasi disebut tawa>shul (تَواصل), ibla>gh (إبلاغ), ittisha>l (اتّصال), takha>thub (تخاطب), atau taushi<l (تَوْصيل)(Baalbaki, 1990: 101).
Dalam istilah linguistik, komunikasi berarti penyampaian amanat dari sumber atau pengirim ke penerima melalui sebuah saluran (Kridalaksana, 2008: 130). Komunikasi adalah  pertukaran (transmisi)  ide-ide, informasi dan sebagainya (pesan) antara dua orang atau lebih (pengirim dan penerima) (Richard, 2010: 97). Komunikasi adalah transmisi dan resepsi  sebuah informasi (pesan) antara sumber dan penerima menggunakan sebuah sistem tanda: dalam konteks linguistik sumber dan penerima adalah manusia, sedangkan sistem simbol adalah bahasa (Crystal, 2008: 115).
Sedangkan dalam disiplin ilmu komunikasi terdapat beberapa defenisi yang beragam tentang komunikasi. Komunikasi dapat didefinisikan berdasarkan tiga kerangka pemahaman, yaitu (1) komunikasi sebagai tindakan satu arah; (2) komunikasi sebagai interaksi; dan (3) komunikasi sebagai transaksi (Mulyana, 2011: 67). 
Kerangka pemahaman komunikasi sebagai tindakan satu arah memandang bahwa komunikasi dianggap sebagai proses linier yang dimulai dengan sumber atau pengirim dan berakhir pada penerima, sasaran atau tujuannya. Kerangka pemahaman ini oleh Michael Burgoon disebut sebagai defenisi berorientasi sumber. Defenisi mengisyaratkan komunikasi sebagai semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respons orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuknya untuk melakukan sesuatu. Beberapa defenisi komunikasi yang sesuai dengan konsep ini adalah sebagai berikut:
1. Bernard Berelson dan Gary A. Stainer:
Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol berupa kata-kata, gambar, figur, grafik, dan sebagainya (Mulyana, 2011: 68).
2. Theodore M, Newcomb:
Komunikasi adalah transmisi informasi, terdiri atas rangsangan yang diskriminatif dari sumber kepada penerima (Mulyana, 2011: 68).
3. Gerald R Miller:
Komunikasi adalah sebuah peristiwa berupa sumber menyampaikan sesuatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima (Mulyana, 2011: 68).
4. Everett M. Rogers:
Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Mulyana, 2011: 69).
5. Raymond S. Ross (1983: 8):
Komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa yang dimaksudkan komunikator.
6. Mary B. Cassata dan Molefi K Asante (1979: 6):
Komunikasi adalah transmisi informasi dengan tujuan mempengaruhi khalayak.
7. Harold Laswell:
Komunikasi adalah jawaban pertanyaan siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana (Mulyana, 2011: 69).
Kerangka pemahaman komunikasi sebagai interaksi menyertarakan komunikasi dengan proses sebab akibat atau aksi reaksi, yang arahnya bergantian. Kerangka pemahaman ini dapat disebut defenisi berorientasi proses. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal ataupun non verbal, seorang penerima bereaksi dengan memberikan jawaban verbal ataupun respon non verbal (umpan balik), kemudian disusul sebaliknya dan begitu seterusnya. Komunikasi sebagai interaksi dipandang lebih dinamis daripada komunikasi sebagai tindakan satu arah. Salah satu yang dapat ditambahkan dalam konseptualisasi ini adalah umpan balik (feedback), yakni apa yang disampaikan penerima pesan kepada sumber pesan, yang sekaligus digunakan sumber pesan sebagai petunjuk mengenai efektivitas pesan yang ia sampaikan sebelumnya: apa dapat dimengerti, dapat diterima, sehingga berdasarkan umpan balik itu, sumber dapat mengubah pesan selanjutnya agar sesuai dengan tujuannya (Mulyana, 2011: 72-73).
Sedangkan kerangka pemahaman komunikasi sebagai transaksi adalah proses personal karena makna atau pemahaman yang diperoleh bersifat pribadi. Komunikasi bersifat intersubyektif. Komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal maupun non verbal. Kerangka pemahaman ini dapat disebut defenisi berorientasi penerima. Istilah transaksi mengisyaratkan bahwa pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam keadaan interdependensi atau timbal balik; eksistensi satu pihak ditentukan oleh eksistensi pihak lainnya. Semua unsur dalam proses komunikasi saling berhubungan. Beberapa defenisi yang sesuai dengan pemahaman ini adalah antara lain:
1. John R. Wenburg dan William W. Wilmot (1973: 7):
Komunikasi adalah usaha untuk memperoleh makna.
2. Donald Byker dan Loren J. Anderson (1975: 4):
Komunikasi adalah berbagi informasi antara dua orang atau lebih.
3. William I. Gorden (1978: 28):
Komunikasi adalah transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan.
4. Judi C. Pearson dan Paul E. Nelson (1979: 3):
Komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna.
5. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1994: 6):
Komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih.
6. Pace dan Fules (1998: 26):
Komunikasi adalah penciptaan pesan dan penafsiran.
7. Diana K. Ivy dan Phil Backlund (1994: 14):
Komunikasi adalah proses yang terus berlangsung dan dinamis menerima dan mengirim pesan dengan tujuan berbagi makna.
8. Karl Erik Rosengren (2000: 38):
Komunikasi adalah interaksi subyektif purposif melalui bahasa manusia yang berartikulasi ganda berdasarkan simbol-simbol (Mulyana, 2008: 76).



4.2 Unsur-Unsur Komunikasi
Berdasarkan defenisi komunikasi Lasswell sebagaimana tersebut, yaitu komunikasi merupakan jawaban pertanyaan siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana, maka dapat diturunkan lima unsur utama komunikasi. Kelima unsur yang saling bergantung tersebut adalah (1) sumber (source), (2) pesan, (3) saluran atau media, (4) penerima (receiver), (5) efek (Mulyana, 2011: 69-71). Selain kelima unsur pokok tersebut terdapat unsur lain dalam komunikasi, yaitu umpan balik, gangguan/ kendala komunikasi, dan konteks atau situasi komunikasi (Mulyana, 2011: 71) 
Sumber sering disebut juga pengirim, penyandi, komunikator, pembicara, atau originator. Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan, bahkan suatu negara.
Pesan adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau organisasi pesan. Simbol terpenting adalah kata-kata (bahasa), yang dapat merepresentasikan objek (benda), gagasan dan perasaan, baik ucapan (percakapan, wawancara, diskusi, ceramah) ataupun tulisan (surat, esai, artikel, novel, puisi pamplet). Pesan juga dapat dirumuskan secara non verbal, seperti melalui tindakan atau isyarat anggota tubuh (acungan jempol, senyuman, tatapan mata, dsb.), juga melalui musik, lukisan, patung, tarian, dsb..
Saluran atau media adalah alat atau sarana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran merujuk kepada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, apakah saluran verbal atau saluran nonverbal.
Penerima (receiver), sering juga disebut sasaran/ tujuan (destination), komunikate (communicatee), penyadi-balik (decoder), atau khalayak (audience), pendengar (listener), penafsir (intepreter), yaitu orang yang menerima pesan dari sumber.
Efek adalah apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan, perubahan perilaku (dari tidak membeli barang yang ditawarkan menjadi membeli barang tersebut) (Mulyana, 2011: 69-71).
4.3 Fungsi Komunikasi
Thomas M. Scheidel (1976: 27) mengemukakan bahwa manusia berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas-diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang lain di sekitarnya, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berfikir, atau berperilaku seperti yang diinginkannya. Namun fungsi komunikasi yang paling fundamental menurutnya adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis.
Gordon I. Zimmerman (1977: 7) mengelompokkan tujuan komunikasi menjadi dua kelompok besar, yaitu (1) mempertukaran informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas; dan (2) menjalin hubungan yang melibatkan pertukaran informasi mengenai bagaimana hubungan kita dengan orang lain. 
Menurut Rudolph F. Verberder (1978: 17-18), komunikasi mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi sosial dan fungsi pengambilan keputusan. Fungsi sosial komunikasi yaitu untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukkan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Sedangkan fungsi pengambilan keputusan komunikasi adalah memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu.
Menurut Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson (1979: 11-12), komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri-sendiri yang meliputi: keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kepada orang lain dalam mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, atau untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat.
Sedangkan menurut William I. Gorden, komunikasi mempunyai empat fungsi, yaitu sosial, ekspresif, ritual, dan instrumental (Mulyana, 2011: 5). Keempat fungsi tersebut tidak saling meniadakan tetapi saling berkaitan, meskipun terdapat suatu fungsi yang dominan.
Fungsi sosial, yaitu komunikasi untuk membangun konsep-konsep diri, aktualisasi-diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, untuk menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain. Fungsi ekspresif, yaitu komunikasi menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan. Fungsi ritual, yaitu komunikasi sebagai perilaku-perilaku simbolik. Fungsi instrumental, yaitu komunikasi bertujuan menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan. Komunikasi berfungsi memberitahukan atau menerangkan mengandung muatan persuasif, yaitu pembicara menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya akurat atau layak diketahui (Mulyana, 2011: 5-33).

4.4 Prinsip Komunikasi
Menurut Deddy Mulyana (2011) terdapat dua belas prinsip komunikasi, yaitu: (1) komunikasi adalah proses simbolik; (2) setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi; (3) komunikasi mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan; (4) komunikasi berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan; (5) komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu; (6) komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi; (7) komunikasi bersifat sistemik; (8) semakin mirip latar belakang sosial-budaya semakin efektiflah komunikasi; (9) Komunikasi bersifat nonsekuensial; (10) komunikasi bersifat prosesual, dinamis dan transaksional; (11) komunikasi bersifat irreversible; dan (12) komunikasi bukan panasea untuk memecahkan berbagai masalah.

4.4.1 Komunikasi adalah proses simbolik 
Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang menggunakan lambang dan itulah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Ernst Cassier mengatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek (baik nyata maupun abstrak) tanpa kehadiran manusia dan objek tersebut (Mulyana, 2011: 92).

4.4.2 Setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi
Manusia tidak dapat tidak berkomunikasi. Komunikasi terjadi saat seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri. Setiap perilaku mempunyai potensi untuk ditafsirkan, misalnya seseorang tersenyum dapat ditafsirkan bahagia dan bila cemberut dapat ditafsirkan ngambek (Mulyana, 2011: 108).

4.4.3 Komunikasi mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan
Dimensi isi menunjukkan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan (Mulyana, 2011: 109).
4.4.4 Komunikasi berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan
Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat kesengajaan, dari komunikasi yang tidak disengaja sama sekali (misalnya saat seseorang melamun dan ada orang lain yang memperhatikannya) sampai benar-benar direncanakan dan disadari (seperti seseorang yang menyampaikan pidato). Kesengajaan bukanlah syarat untuk terjadi komunikasi. Meskipun seseorang sama sekali tidak bermaksud menyampaikan pesan kepada orang lain, perilakunya potensial untuk ditafsirkan orang lain. Seseorang tidak dapat mengendalikan orang lain untuk menafsirkan atau tidak menafsirkan perilakunya (Mulyana, 2011: 111).

4.4.5 Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu
Makna pesan bergantung pada konteks fisik dan ruang (iklim, suhu, intensitas cahaya, dsb.), waktu, dan psikologis. Misalnya, pembicaraan tentang lelucon atau bisnis terasa kurang sopan bila dikemukakan di masjid. Tertawa terbahak-bahak atau memakai baju pesta dipersepsi kurang beradab bila ditampakkan dalam acara pemakaman. Seorang tamu yang diterima di pekarangan, teras, ruang tamu, ruang tengah, atau kamar pribadi menunjukkan penerimaan yang berbeda dari tuan rumah. Dering telepon tengah malam dan siang hari menimbulkan persepsi yang berbeda bagi penerimanya. Kehadiran teman laki-laki pada hari selain malam minggu akan dipersepsi berbeda oleh seorang perempuan dengan kehadiran teman laki-laki pada malam minggu (Mulayana, 2011: 113-114). 

4.4.6 Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi
Ketika orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespon. Prinsip ini mengasumsikan bahwa hingga derajat tertentu ada keteraturan pada perilaku komunikasi manusia. Perilaku manusia dapat diramalkan (Mulyana, 2011: 115).

4.4.7 Komunikasi bersifat sistemik
Setidaknya dua sistem dasar beroperasi dalam transaksi komunikasi, yaitu sistem internal dan sistem eksternal. Sistem internal adalah seluruh sistem nilai yang dibawa oleh individu ketika ia berpartisipasi dalam komunikasi, yang diserap selama bersosialisasi dalam berbagai lingkungan sosialnya (keluarga, masyarakat setempat, kelompok suku, kelompok agama, lembaga pendidikan, kelompok sebaya, tempat bekerja, dsb.). Istilah-istilah lain yang identik dengan sistem internal adalah kerangka rujukan (frame of reference), bidang pengalaman (field of experience), struktur kognitif (cognitive structure), pola pikir (thinking patterns), keadaan internal (internal states), sikap (attitude). Sistem internal mengandung semua unsur yang membentuk individu yang unik, termasuk ciri-ciri kepribadiannya, intelegensi, pendidikan, pengetahuan, agama, bahasa, motif, keinginan, cita-cita, dan semua pengalaman masa lalunya, yang pada dasarnya tersembunyi namun dapat diduga lewat kata-kata yang diucapkan atau perilaku yang ditunjukkan.
Sistem eksternal terdiri dari unsur-unsur dalam lingkungan diluar individu, termasuk kata-kata yang dipilih untuk berbicara, isyarat fisik peserta komunikasi, kegaduhan disekitarnya, penataan ruangan, cahaya, dan temperatur ruangan. Elemen-elemen ini adalah stimuli publik yang terbuka bagi setiap peserta komunikasi dalam setiap transaksi komunikasi. Akan tetapi karena masing-masing orang mempunyai sistem internal yang berbeda, maka setiap individu tidak akan memiliki bidang perseptual yang sama, meskipun mereka duduk di ruang yang sama, duduk di kursi yang sama dan menghadapi situasi yang sama (Mulyana, 2011: 116-117).

4.4.8 Semakin mirip latar belakang sosial-budaya semakin efektiflah komunikasi.
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (orang-orang yang sedang berkomunikasi). Kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras (suku), bahasa, tingkat pendidikan, atau tingkat ekonomi akan mendorong orang-orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi lebih efektif. Kesamaan bahasa khususnya akan membuat orang-orang yang berkomunikasi lebih mudah mencapai pengertian bersama dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memahami bahasa yang sama (Mulyana, 2011: 117-118).

4.4.9 Komunikasi bersifat nonsekuensial (tidak hanya searah)
Meskipun terdapat banyak model komunikasi linier atau satu-arah, sebenarnya komunikasi manusia dalam bentuk dasarnya (komunikasi tatap-muka) bersifat dua-arah. Ketika seseorang berbicara kepada seseorang lainnya, atau sekelompok orang seperti dalam rapat atau kuliah, sebetulnya komunikasi itu berjalan dua-arah, karena orang-orang yang dianggap sebagai pendengar atau penerima pesan sebenarnya juga menjadi pembicara atau pemberi pesan pada saat yang sama, yaitu lewat perilaku nonverbal mereka (Mulyana, 2011: 118).

4.4.10 Komunikasi bersifat prosesual, dinamis dan transaksional
Komunikasi tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai akhir, melainkan merupakan proses yang sinambung (continous). Dalam proses komunikasi sebagai transaksi, proses penyandian (encoding) dan penyandian balik (decoding) sebenarnya terjadi serempak. Seseorang melakukan dua kegiatan tersebut pada saat yang hampir bersamaan ketika berkomunikasi. Keserempakan ini yang menandai komunikasi sebagai transaksi.
Dalam proses komunikasi, para peserta komunikasi saling mempengaruhi, seberapa kecil pun pengaruh itu, baik lewat komunikasi verbal ataupun komunikasi nonverbal. Pernyataan sayang, pujian, ucapan selamat, penyesalan, atau kemarahan akan membuat sikap atau orientasi mitra komunikasi berubah, dan pada gilirannya perubahan orientasi itu membuat orientasi pengirim pesan juga berubah terhadapnya, dan begitu seterusnya.
Implikasi dari komunikasi sebagai proses yang dinamis dan transaksional adalah bahwa peserta komunikasi berubah dari sekedar berubah pengetahuan hingga berubah pandangan dan perilakunya. Seseorang mengalami perubahan sebagai hasil terjadinya komunikasi (Mulyana, 2011: 121-123).

4.4.11 Komunikasi bersifat irreversible (tidak dapat diubah)
Suatu perilaku adalah suatu peristiwa. Oleh karena merupakan peristiwa, perilaku berlangsung dalam waktu dan tidak dapat diambil kembali. Sifat irreversible ini adalah implikasi dari komunikasi sebagai proses yang selalu berubah. Efek sebuah komunikasi tidak bisa ditiadakan sama sekali, meskipun terdapat upaya meralatnya. Curtis (1996: 17) mengatakan bahwa kesan pertama itu cenderung abadi. Pernyataan ini sesuai dengan bunyi peribahasa: “Sekali lancung di ujian, seumur hidup orang tidak percaya”. Seseorang yang secara sengaja membohongi orang lain, sulit bagi orang yang dibohongi itu untuk mempercayai si pembohong 100 % seperti kebohongan itu terjadi (Mulyana, 2011: 125).

4.4.12 Komunikasi bukan panasea untuk memecahkan berbagai masalah
Banyak persoalan dan konflik antarmanusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi bukanlah panasea (obat mujarab) untuk menyelesaikan persoalan atau konflik itu, karena persoalan atau konflik itu mungkin berkaitan dengan masalah lain, misalnya masalah struktural. Agar komunikasi efektif, kendala struktural harus juga diatasi. Misalnya, meskipun pemerintah bersusah payah menjalin komunikasi yang efektif dengan warga Aceh dan warga Papua, tidak mungkin usaha itu akan berhasil bila pemerintah memperlakukan masyarakat di wilayah-wilayah itu secara tidak adil, dengan merampas kekayaan alam mereka dan mengangkutnya ke pusat (Mulyana, 2011: 126).

4.5 Konteks Komunikasi
Komunikasi tidak berlangsung dalam ruang hampa-sosial, melainkan dalam konteks atau situasi tertentu. Secara luas konteks adalah semua faktor di luar orang-orang yang berkomunikasi, yang terdiri dari: 
1. Aspek bersifat fisik, seperti iklim, cuaca, suhu udara, bentuk ruangan, warna dinding, penataan tempat duduk, jumlah peserta komunikasi, dan alat yang tersedia untuk menyampaikan pesan;
2. Aspek psikologis, seperti sikap, kecenderungan, prasangka, dan emosi para peserta komunikasi;
3. Aspek sosial, seperti norma kelompok, nilai sosial, dan karakteristik budaya;
4. Aspek waktu, seperti kapan berkomunikasi (hari, jam, dsb.).
Sedangkan menurut Verderber (1996: 7-8), konteks komunikasi terdiri dari: (1) konteks fisik; (2) konteks historis; (3) konteks psikologis; dan (4) konteks kultural.
Istilah lain yang lazim digunakan untuk merujuk pada konteks adalah tingkat (level), bentuk (type), situasi (situation), keadaan (setting), arena, jenis (kind), cara (mode), pertemuan (encounter), dan kategori. Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya atau tingkatanya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi.
Kategorisasi berdasarkan tingkat (level) paling lazim digunakan untuk melihat konteks komunikasi, dimulai dari komunikasi yang melibatkan jumlah peserta komunikasi paling sedikit hingga komunikasi yang melibatkan jumlah peserta paling banyak. Terdapat empat tingkat komunikasi yang disepakati banyak pakar, yaitu (1) komunikasi antarpribadi; (2) komunikasi kelompok; (3) komunikasi organisasi; dan (4) komunikasi massa (Littlejohn, 1996: 18-19). Beberapa pakar lain menambahkan (1) komunikasi intrapribadi; (2) komunikasi diadik (komunikasi dua-orang), dan komunikasi publik (pidato di depan khalayak).

No comments:

Post a Comment